Monday, June 25, 2007

Duku [bagian 2]

Duku [Bagian 2]
Cerita Pendek K. Usman

sebelumnya...


”Tapi, ng ng ng, kau tidak sayang pada anak kita. Mencari duku saja kau tidak mau. Belakangan kau sengaja pulang telat dari kantor, sampai aku jenuh sendiran di rumah, setelah Mbok Nah pulang ke rumahnya lepas magrib. Mana buktinya, kau menyayangi anak pertama kita?”

Kupikir, tidak perlulah melayani perempuan yang sedang sensitif. Lebih baik diam, atau keluar cari duku. Bagi Mimin saat ini, cari duku adalah bukti kasihku, sayangku, dan cintaku pada jabang bayi dalam rahimnya. Kini Mimin tidak menggnakan logika, atau akal sehat. Mungkin juga bawaan bayi. Bawaan bayi itu mungkin juga suatu mitos. Biarlah. Yang penting, dia menuntut bukti tanda kasih sayangku pada anak kami. Kuarih jaket kulit di gantungan. Kunci motor kukeluarkan dari laci lemari pakaianku.

”mau ke mana? Kabur, ya?” teriaknya pilu. ”Akan kau tinggalkan aku sendirian? Kau sudah bosan karena aku tidak cantik lagi? Karena aku tidak langsing lagi? Begitu?”

”Katamu minta duku?” jawabku kalem.

”Bukan aku yang minta, tapi anak kita, Bung Gindo!”

”Ya, anak kita. Aku akan keluar, cari duku.”

”Terpaksa atau ikhlas?”

”Mimin, masa, sih, terpaksa. Ada-ada saja kau ini. Ya, ikhlas, dong.”

Ketika motor sudah di halaman rumah, mesinnya kuhidupkan, agar panas. Kutanyakan pada Mimin, apakah pada saat ini sudah musim duku? Sebagai insinyur pertanian, dia mengerti benar kapan musim duku, atau musim buah lainnya.

”Duku itu berbunga antara bulan Desember sampai Januari,” jawabnya dengan pikiran jernih. ”Buah duku bermasakan pada bulan-bulan Maret, April, sampai Mei,” lanjutnya dengan pikiran cemerlang. Pantaslah dia lolos dulu dengan cumlaude.

”Sekarang apa sudah musim?” tanyaku.

Dia menggeleng pasti.

”Apa tidak mubazir kepergianku saat ini keliling kota mencari duku kalau memang tak musim?”

Wajahnya merengut lagi. Sensitifnya kambuh.

”Belakangan ini sering terjadi salah musim,” kilahnya. ”Mungkin karena dunia makin tua. Itulah sebabnya, pohon-pohon pun berbuah salah musim, yang lazim disebut buah sela. Hal itu akhir-akhir ini sering terjadi. Ramalan cuaca dari lembaga meteorologi dan geofisika pun sering meleset,” lanjutnya. ”Jadi, bukan tidak mungkin, di saat salah musim, duku, atau pohon-pohon buah-buahan lain berbuah.” Argumentasinya memang masuk akal. ”Kalau begitu, aku jalan, ya?”

”Ya, Sayang. Kancingkan dulu, dong, jaket kulitmu!” Mimin maju dan memasangka resliting jaket kulit bututku.

Begitu meninggalkan rumah-kecil-mungil kami di kawasan perumahan yang disebut ’kredit perumahan rakyat’ alias KPR, aku memeras otak. Kemana perburuan duku paling efisien di pagi buta begini?

Aku tahu dari pengalaman waktu muda, saat senang begadang sampai pagi, pukul tiga pasar-pasar tradisional sudah ramai. M,obil-mobil bermuatan sayuran dan buah-buahan datang dari berbagai penjuru, menyerbu pasar tradisional. Aku pun tahu, ada pasar swalayan yang buka 24 jam di kotaku. Ke sanalah aku memulai perburuan.

Bersambung...

No comments:

Post a Comment

Silakan Komentar, tapi jangan nyampah :D

banner8.gif